Ritual Kelahiran dan
Kematian Budaya Sasak Lombok
NAMA : AYU
ANGGRAINI JAFRI
NPM : 51414865
KELAS : 1IA03
DOSEN : MUHAMMAD
FAKHRURROZI M.Psi.,Psi
UNIVERSITAS GUNADARMA
TEKNIK INFORMATIKA
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ilmu Budaya Dasar adalah salah satu
ilmu pengetahuan social yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi di dukung dan
memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya, khususnya ilmu sosial, misalnya
sosiologi, sejarah, politik, ekonomi, psikologi, dn geografi. Ilmu-ilmu
tersebut sangat berkaitan satu sama lain.
Selain itu, ilmu budaya dasar merupakan
salah satu ilmu pengetahuan yang membicarakan khusus mengenai kehidupan sosial
masyarakat, terutama kebudayaan yang ada di dalam masyarakat tersebur. Antara
masyaarakat yang satu dengan masyarakaat lainnya tidak pernah memiliki satu
kebudayaan yang sama persis atau dengan kata lain terdapat kebudayaan yang
selalu berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya.
Oleh karena itu, penyusun mencoba
mengangkat satu tema kebudayaan yang ada dalam masyarakat Sasak di Lombok.
Kebudayaan di Lombok sangat beranekaragam, mulai adapt bagaimana upacara ketika
melahirkan, perkawinan, ritual agama, keseharian, sampai dengan upacara saat
kematian.
Dalam hal upacara kematian,
masyarakat Sasak memiliki tradisi yang cukup unik yang tentunya tidak ada dalam
masyarakat suku lain di Indonesia. Mulai ketika hari pertama meninggal
(jelo mate) sampai hari kesembilan (nyiwak) dan hari-hari selanjutnya.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini antara
lain:
1) Untuk
dapat memahami cara-cara adat Sasak dalam hal kelahiran dan kematian.
2) Untuk
dapat lebih mengerti aapa-apa yang harus dilakukan apabila terjadi kelahiran
dan kematian
dalam masyarakat Sasak.
D. Rumusan
Masalah
Adapun masalah yang
dibahas dalam makalah ini antara lain
1) Hubungan
Mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dengan ilmu sosial lainnya
2) Upacara
kelahiran dan kematian dalam adat sasak
BAB II
PEMBAHASAN
RITUAL KELAHIRAN
Anak merupakan
sesuatu yang sangat didambakan bagi pasangan suami istri, begitu pula dengan masyarakat
sasak. Ketika mendapatkan seorang anak (melahirkan anak) masyarakat sasak
umumnya melakukan berbagai upacara untuk mensyukuri kelahiran anaknya. Berikut
adalah berbagai Upacara Kelahiran yang
dilakukan oleh masyarakat sasak sebelum dan ketika telah melahirkan anak.
A. BRETES
Upacara bretes dilakukan setelah usia kandungan tujuh bulan dengan
maksud memberikan keselamatan kepada ibu dan calon banyinya. Setelah banyi
lahir, ari-arinya diperlakukan sama dengan sang banyi, karena menurut
mereka ari-ari adalah saudara sang banyi yang oleh orang-orang Sasak disebut
adik-kakak, berarti bayi dan ari-arinya adalah adik-kakak.
Setelah ari-ari
dibersihkan kemudian di masukkan ke dalam periuk atau tempurung kelapa setengah
tua yang sudah dibuang airnya kemudian ditanam di wilayah penirisan yang diberi
tanda dengan gundukan tanah seperti kuburan. Sebagai batu nisannya dipergunakan
bambu kecil berlubang yang diletakkan berdampingan dengan lekesan daun sirih yang
sudah digulung dan diikat dengan benang putih, pinang, kapur sirih dan rokok
tradisional. Semua kelengkapan tadi ditata dalam rondon. Rondon tersebut dari daun pisang yang
berbentuk segi empat menyerupai kotak.
B. MELAHIRKAN
ANAK
Setelah itu mengadakan sesaji atau selamatan melalui upacara
tertentu yang berkaitan aktivitas kehidupan mereka sehari-hari, sebagai mana
halnya yang dilakukan wanita Sasak apabila melahirkan, maka suaminya segera
mencari belian (dukun beranak) yang mengetahui seluk beluk melahirkan tersebut.
Dalam melahirkan, apabila calon ibu kesulitan dalam melahirkan maka
belian atau dukun beranak menafsikan bahwa tingkah laku sang ibu sebelum hamil,
misalnya kasar terhadap suami atau ibunya, untuk itu diadakan upacara seperti
menginjak ubun-ubun, meminum air bekas cuci tangan yang disertai dengan mantra
dan sebagainya agar mempercepat kelahiran sang bayi.
C. MOLANG MALIK
Pada saat
bayi berumur tujuh hari diadakan upacara molang malik (membuang
sial) diperkirakan dalam usia tersebut pusar bayi telah gugur. Pada kesempatan
itulah sang bayi diberi nama dan diperbolehkan keluar rumah. Belian (dukun beranak) mengoleskan sepah
sirih di atas dada dan dahi sang bayi maupun ibunya. Di beberapa tempat di
Lombok selain upacara molang malik dikenal juga upacara pedak api yang pada hakikatnya bertujuan sama.
Prosesi pelaksanaan pedaq api adalah :
1.
Mem-boreh sang ibu dengan boreh yang sudah diramu atau di haluskan dan
diberi doa oleh dukun beranak.
2.
Setelah selesai memboreh lalu dukun menyiapkan bara api yang terbuat
dari sabut kelap yang di taburi kemenyan dari daun lemundi (sejenis tumbuhan
pardu).
3.
Ibu bayi menggunkan kain secara berkembeng (kain
sampai batas dada) sambil menggendong bayinya dan berdiri diatas bara api dan
kemudian dukun memberinya doa / mantra.
4.
Setelah dukun beranak atau belian selesai berdoa bara api disiram dengan
air bunga rampai (medak api)
5.
Kemudian sang ibu menyembe’ dan menjam-jam (mendoakan si bayi menurut kehendak
sang ibu). Hal ini dilakukan apabila tali pusar sang bayi sudah kering dan
terlepas dari pusarnya.
Pada saat itu juga
diadakan upacara turun tanah (turun gumi) dengan menurunkan bayi tersebut
sebanyak tujuh kali ke atas tanah. Bertepatan dengan ini juga diadakan
pemberian nama pada si bayi. Untuk bayi perempuan diturunkan bilamana terdapat
alat nyesek(menenun) dan untuk bayi laki-laki diturunkan
bilamana terdapat tenggele/bajak (alat
pertanian). Umumnya dibeberapa tempat, si bayi yang melangsungkan upacara pedaq
api digendong memakai umbaq (lempot). Bila bayinya perempuan maka yang dipakai
adalah umbaq yang dipakai milik ayah, sedangkan jika laki-laki maka yang
dipakai adalah umbaq milik ibunya.
Bagi orang Sasak, pusar si bayi yang sudah jatuh disimpan dan dibungkus
dengan kain putih dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung perak atau
kuningan untuk dijadikan azimat. Selain itu air bekas siraman pusar bisa
dijadikan obat apabila si anak sakit mata.
D. NGURISANG
Upacara ini sangat penting artinya bagi sebuah keluarga, rambut yang di
bawa dari dalam kandungan di sebut bulu panas, maka harus dihilangkan. Untuk
itu masyarakat Sasak melakukan selamatan, doa atau upacara sederhana yang
disebut ngurisang. Pada upacara ini pihak keluarga mengundang para tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan tokoh adat untuk membacakan selakarang
yang terdiri dari untaian do’a dan Shalawat Nabi.
Biasanya seorang laki-laki atau ayahnya menggendong bayi tersebut sambil
berjalan berkeliling dihadapkan orang –orang yang sedang membacakan
selakaran serta masing –masing yang hadir memotong sedikit rambut sang
bayi dengan gunting yang direndam dalam air bunga. Pada upacara ini dikenakan
sabuk pemalik yakni alat yang dipergunakan untuk menggendong si bayi. Sabuk
pemalik dianggap keramat karena proses pembuatan dan penyimpanannya berdo’a.
Upacara ngurisang biasanya diadakan secara besar-besaran dan diikuti
dengan upacara bekekah yaitu memotong hewan kurban di sebut begawe kekah.
Sering kali terkadang pelaksanaan bekuris agak mundur karena terkait dengan
finansial. Namun jika tidak mampu cukup pergi ke dukun beranak yang telah
membantu kelahirannya. Dalam hal ini cukup mengantar sesaji (andang-andang) dan
sabuk katik (sejenis umbak tepi berukuran kecil dengan bentuk masih
bersambung). Sabuk ketiq di masyarakat Sasak disebut Lempot puset atau sabuk
kuning.
Beberapa kelompok masyarakat ada yang melaksanakan upacara ngurisang di
pedewaq atau kemaliq (ritual waktu telu) disebut begawe rasul. Sebelum upacara
ngurisang dimulai terlebih dahulu dibuatkan umbaq kombong yaitu umbaq yang
rumbainya tidak terdapat ikatan kepeng bolong (uang logam China). Jika terdapat
ikatan pada rumbainya maka umbaq tersebut dipergunakan pada upacara ngayu-ayu
di masyarakat Sasak.
Tenun umbaq kombong dibuat oleh ibu atau nenek yang dipandang memiliki
kemampuan secara spiritual dan tidak dalam keadaan kotor. Jika tidak memiliki
kemampuan dapat mendatangkan bencana bagi si penenun.
E. NYUNATANG
Nyunatang
(Khitanan) selain merupakan acara adat, juga merupakan acara keagamaan dalam
hal ini terkenal dengan nama “nyunatang”. Pada
umumnya suku Sasak memeluk agama Islam yang dalam ajarannuya diperintahkan bagi
anak laki-laki untuk dikhitan ( nyunatang).
Dalam nyunatang terjadi pertalian antara
nilai-nilai agama Islam dengan Tradisi lama yang berkembang dalam suku Sasak,
sehingga diadakan pada bulan Maulid nabi besar Muhammad SAW. Anak laki-laki
yang akan dikhitan bisanya berumur lima tahun atau tujuh tahun, namun dalam
prakteknya anak-anak berumur empat tahun pun dikhitan. Dalam upacara nyunatang ada beberapa hal yang harus dilakukan :
a. Menjelang Nyunatang
Upacara adat
nyunatang adalah salah satu upacara yang sangat penting bagi masyarakat Sasak
yang selalu dipestakan yang disebut begawe. Dalam
prosesi begawe ini banyak sekali dilalui berbagai macam acara seperti pergi
membersihkan beras ke mata air yang diiringi dengan bunyi-bunyian musik
tradisional gendang belek atau gamelan.
b. Pelaksanaan Nyunatang
Sehari sebelum pelaksanaan nyunatang terlebih dahulu diambilkan air
kemaliq untuk disiram ke ujung kemaluan yang akan dipotong , biasanya diiringi
dengan bunyi-bunyian. Proses penyiraman dan pemandian dilangsungkan pada tengah
malam. Pada keesokan harinya untuk menyenangkan anak yang akan disunat maka
anak tersebut diarak dengan praja (kuda/singa kayu) yang diiringi dengan musik
dan rombongan yang berpakaian adat.
Anak yang akan dikhitan dibawa ketempat penyunatan (sepekat). Setelah
disunat segera diobati, untuk mengurangi pendcarahan pada bekas sunatan,
ditaburi bulu kucing yang dicampur dengan kuning telur, supaya lekas kering
ditaburi dengan batu karang yang telah ditumbuk halus.
Pada masyarakat Sasak, upacara nyunatang dilaksanakan pada hari
Kamis sebagai puncak acara dalam bulan Maulid. Hal ini dikaitkan dengan
kelahiran seorang Rasul pembawa agama Islam. Kegiatan ini bermakna simbolis
atas pengakuan, pembentukan dan pembinaan dalam fase awal untuk menjadi seorang
muslim. Oleh karena itu, diyakini sangat tepat upacara nyunatang dirangkaikan
dengan peringatan akhir kelahiran Nabi.
RITUAL KEMATIAN
Dalam siklus
kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir
kehidupan seseorang di
dunia. Masyarakat meyakini kehidupan lainsetelah
kematian. Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapanbagi si mati.
Salah satu peristiwa yang harus dilakukan
adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat
termasukmembersihkan, merapikan, atau mengawetkan mayat:
Upacara adat kematian yang dilaksanakan sebelum acarapenguburan meliputi beberapa tahapan yaitu:
1. Belangar
Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya menganut agama
Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses yang
dilalui. Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama
pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuankepada masyarakat
bahwa ada salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desatersebut atau desa-desa yang lain
yang masih dinyatakan adahubungan famili, kerabat persahabatan dan
handai taulan. Kedatanganmasyarakat ke tempat acara kematian tersebut
disebut langar(Melayat).
Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yangdi
tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya membawa beras
seadanya guna membantu meringankan beban yang
terkena musibah.
2. Memandikan
Dalam pelaksanaannya, apabila
yang meninggal laki-laki maka
yang memandikannya adalah laki-laki, demikian sebaliknya
apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya
adalah perempuan.
Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakanmeskipun dari segi
usia yang meninggal itu baru berumur sehari.Adapun yang memandikan
itu biasanya tokoh agama setempat. Adapunmacam air yang digunakan
adalah air sumur. Setelah di mandikan,mayat dibungkuskan pada acara
ini, biasanya si mayit di taburi keratankayu
cendana atau cecame.
3. Betukaq (Penguburan)
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburanmeliputi
beberapa persiapan yaitu:
a) Setelah seseorang
dinyatakan meniggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di
ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi
langit-langit (bebaoq) denganmenggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh
dibuka setelah hari kesembilan meninggalnya orang
tersebut.
Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh keluarganya
sebagai salat pelepasan, lalu dibawa ke masjid
atau musala.
b) Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran
bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke
dalam kubur), untuk itu perlu penyembelihan hewan sebagai
tumbal.
4. Nelung
dan Mituq
Upacara ini dilakukan keluarga
untuk doa keselamatan arwah
yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan YangMaha Esa,
selain itu keluarga
yang ditinggalkan tabah menerimakenyataan dan cobaan. Selanjutnya diikuti dengan upacara nyiwaq danbegawe dengan
persiapan sebagai berikut:
a) Mengumpulkan kayu bakar.
Kayu biasanya dipersiapkan pada hari
nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan cara perebaq
kayu (menebang pohon).
b) Pembuatan tetaring.
Pembuatan tetaring terbuat dari daun kelapa
yang dianyam dandigunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue)
duduk bersila.
c) Penyerahan bahan-bahan begawe.
Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe.Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq. Kemudian inaq gawemenyerahkan alat-alat upacara.
d) Dulang
Inggas Dingari
Disajikan kepada Penghulu atau Kyai yang menyatakan orangtersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari
ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal
dengan maksud bahwapemberitahuan bahwa besok hari diadakan
upacara sembilan hari.
e) Dulang
penamat
Adapun maksudnya simbol hak milik dari orang
yang meninggalsemasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela
kepada orang yang
berhak mendapatkannya. kemudian semua keluarga
dan undangan dipimpin oleh Kyai melakukan do’a
selamatan untukarwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang
Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
f) Dulang talet Mesan (Penempatan Batu Nisan)
Dimaksudkan sebagai
dulang yang diisi dengan nasi putih,
laukberupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan
sebelum nisan
dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a yangkemudian dulang ini
dibagikan kepada orang yang ikut serta padasaat itu. Setelah
berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwak.
Adapun
rangkaian upacara kematian pada masyarakat Sasak yaitu:
a . Hari pertama disebut nepong tanaq atau nuyusur tanaq. Pemberian
informasi
kepada warga desa bahwa ada yang meninggal.
b. Hari kedua tidak ada yang
bersifat ritual.
c. Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan aiq wangi dan
dimasukkan kepeng bolong untuk didoakan.
d. Hari keempat menyiram aiq
wangi ke kuburan.
e. Hari kelima melaksanakan bukang daiq artinya mulai membacaAQur’an.
f. Hari keenam melanjutkan membaca Al-Qur’an.
g. Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai
dengan pembacaan Al-Qur’an.
h. Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, dan
i. Hari kesembilan yang sebut Nyiwaq atau Nyenge dengan acara akhir
perebahan jangkih.
makalah nya juga udah bagus ko
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/indahnya-sebagai-sales-marketing.html
Tambahin refrensinya juga dong
BalasHapus